Pentingnya Mendorong Etika Bisnis Syariah
Industri keuangan dan perbankan syariah terus berkembang di Indonesia. Hal tersebut didorong semakin banyaknya masyarakat yang menyadari pentingnya bersyariah dalam berekonomi. Kondisi tersebut akhirnya mendorong berbagai lembaga keuangan konvensional berlomba membuka divisi atau cabang syariah. Tujuannya agar dapat memberikan layanan keuangan syariah bagi masyarakat.
Berdasarkan data publikasi Bank Indonesia (BI) hingga Juli lalu, terdapat tiga bank umum syariah (BUS) dan 24 unit usaha syariah bank umum konvensional (UUS BUK). Selain itu, terdapat sebanyak 107 bank perkreditan rakyat syariah (BPRS). Sedangkan, berdasarkan data bersumber situs Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI), asuransi syariah saat ini berjumlah lebih dari 37 perusahaan atau cabang syariah. Selain itu, terdapat tiga perusahaan reasuransi yang memiliki divisi syariah dan lima broker asuransi syariah.
Namun, menurut Chairman Mudharabah Institute, Muhammad Rizal Ismail, perkembangan keuangan dan perbankan syariah tersebut tidak terjadi secara menyeluruh. Perkembangan tersebut hanya terjadi pada sistem dan produk keuangan syariah. Sedangkan, perilaku pelaku keuangan dan perbankan syariah masih menggunakan pola konvensional. ''Saat ini penerapan ekonomi syariah dalam bisnis keuangan dan perbankan syariah hanya 50 persen karena hanya produknya saja dan belum perilaku Sumber Daya Manusianya,'' katanya kepada Republika, Kamis, (30/8).
Rizal menyebutkan, lembaga keuangan syariah hendaknya menerapkan etika bisnis syariah secara konsisten. Sebabnya, bila lembaga tersebut menerapkan etika konvensional dan bertentangan dengan prinsip syariah, hal tersebut diyakini akan memperburuk citra keuangan syariah. Karena itu, lembaga keuangan syariah perlu mendorong penerapan etika bisnis syariah dalam operasi bisnis.
Penerapan etika bisnis syariah, menurut Rizal, bertujuan untuk merealisasikan prinsip good corporate governance (GCG) bagi lembaga keuangan syariah. Namun, penerapan GCG bagi lembaga keuangan syariah (LKS) berbeda dengan lembaga keuangan konvensional karena GCG LKS disesuaikan dengan prinsp syariah. ''Misalnya saya masih melihat ada gejala riswah (suap) yang dipraktikkan lembaga bisnis syariah yang dianggap sebagai marketing fee,'' katanya.
Karena itu, menurut Rizal, penerapan etika bisnis syariah penting didukung semua pihak baik pemerintah, regulator moneter, maupun pelaku bisnis syariah. Hal tersebut dilakukan dengan mendorong sosialisasi nilai-nilai etika bisnis syariah. Dengan demikian, kegiatan operasi bisnis lembaga keuangan dan perbankan syariah dapat dijalankan sesuai etika syariah.
Pendapat mengenai belum diterapkannya etika bisnis syariah juga sempat diungkapkan Direktur Bidang Syariah LPPI, Ari Mooduto akhir tahun lalu. Menurut dia, berdasarkan pengkajian lembaganya, masih banyak manajemen direksi bank umum syariah (BUS) dan unit usaha syariah (UUS) yang masih menerapkan budaya perbankan konvensional. Sehingga, hal tersebut berdampak pada citra perbankan syariah.
Sementara itu, Rizal menyebutkan, Mudharabah Institute pertama kali didirikan pada akhir 2003. Hingga kini, lembaga tersebut memfokuskan pada pelatihan dan pengembangan etika bisnis bagi lembaga keuangan syariah. Lembaga tersebut saat ini berkantor di Jl Cempaka Putih Barat II E, Jakarta.n aru.
Sumber:
http://www.sebi.ac.id/index.php?option=com_content&task=view&id=259&Itemid=46
Tidak ada komentar:
Posting Komentar